Sebuah Kegagalan Besar dan Kekecewaan

Sam adalah seorang pria berusia 51 tahun berasal dari Indonesia. Kadang pada bulan May 2008, ia mengalami nyeri pada abdomen. Hasil pemeriksaan rutin pada sebuah rumah sakit di Sarawak mengindikasikan terdapat batu ginjal. Sam melakukan operasi untuk mengangkat batu tersebut. Pada waktu melakukan operasi, dokternya menemukan liver Sam dalam kondisi yang tidak begitu baik. Hasil CT Scan mengungkapkan adanya kemungkinan hepatoma atau dalam kata lain tumor pada liver.

Sam diminta untuk melakukan operasi liver di Singapura yang dapat menghabiskan sekitar Sing $50.000. Sam datang ke Penang dan melakukan operasi untuk liver-nya di rumah sakit swasta dan menghabiskan dana RM 35.000. Operasi ini selesai pada Oktober 2008.

Hasil CT-Scan : 3 Oktober 2008

Terdapat lesi hipodens pada Segmen VI. Dengan ukuran 3,5 x 3,5 cm. Diduga hepatoma pada lobus kanan.

Laporan Histologi: 7 Oktober 2008

Jaringan hepar seberat 350 gm, dengan ukuran 140 x 120 x 60 mm.

Diagnosa: hepatocellular karsinoma.

Setelah operasi, Sam melakukan kemoembolisasi sebanyak dua kali, pada Desember 2008 dan Janurari 2009. Sekali perawatan memakan biaya sekitar RM 5.000.

Pada Februari 2009, Sam menderita penyakit kuning yang berat. Hasil pemeriksaan darah pada 10 Februari 2009 menunjukkan hasil:

Bilirubin total                   = 523,77  Tinggi

Bilirubin direk                  = 394,69  T

Alkaline phospatase        = 143,34   T

GGT                                   = 758,75  T

ALT                                    = 121,38  T

AST                                     = 109,07 T

Alpha-fetoprotein             = 5.845,0 T

Sam melakukan operasi lagi untuk memasang stent metalik pada bagian atas saluran bilirubin. Prosedur ini menghabiskan biaya RM 20.000.

Hasil CT-Scan yang dilakukan pada 10 Februari 2009 mengindikasikan:

  • Bertambah buruknya hepar dengan peningkatan jumlah dan ukuran dari nodul-nodul yang ada pada hepar.
  • Terdapat trombosis pada perhubungan antara vena porta utama dengan perluasan vena porta.

Dengan banyaknya pertambahan buruk yang terjadi, tidak ada hal apapun yang dilakukan padanya. Dan Sam dikirim pulang tanpa penjelasan yang berarti.

Sam dan istrinya datrang kembali ke Penang pada Maret 2009. Sayangnya kali ini, dokter bedah yang mengoperasi liver Sam bersikap “kurang bersahabat”. Sikapnya sangat berbeda dengan sebelumnya ketika Sam melakukan operasi. Sam dan istrinya merasa dikecewakan dan ditipu. Sebelum operasi, dokter bedahnya bahkan memeluk istri Sam dan meyakinkannya bahwa Sam akan baik-baik saja. Sekarang, setelah terjadi relaps ia bahkan tidak mau berbicara pada mereka. Mereka juga memberitahu kami dokter bedah tersebut memaksa Sam untuk melakukan operasi secepatnya karena itu adalah kasus yang serius. Sam dan istrinya mememinta pulang dan memikirkannya dahulu. Dokter bedah itu memberitahu mereka, jika mereka pulang ke Indonesia, maka akan ada penundaan dan pada saat itu kondisi Sam mungkin akan memburuk dan ia (dokter bedah tersebut) mungkin tidak akan dapat melakukan operasi lebih lanjut. Sam dan istrinya merasa terintimidasi saat membuat keputusan.

Dengarkan percakapan video berikut ini.

Chris: Anda datang ke Penang – lalu apa yang mereka katakan?

Sam: Saya harus dioperasi.

C: Sebelum anda dioperasi, apakah anda bertanya pada dokter, apakah dengan dioperasi akan dapat menyembuhkan anda?

S: Itu harus dihilangkan.

Istri W: Kalau tidak, kanker tersebut akan bertumbuh terus-menerus.

C: Itu tidak benar! Oh, anda datang kemari dan mereka berkata operasi dan anda setuju untuk operasi?

W: Kalau tidak operasi, itu merbahaya. Jadi kami bersetuju untuk operasi.

C: Ijinkan saya bertanya satu hal lagi. Sebelum anda kemari, sebelum operasi – bagaimana kondisi anda? Apakah anda sehat ?

S: Saya baik-baik saja – sehat.

C: Dan setelah operasi, dan mengeluarkan uang sebesar RM 35.000 – apakah anda merasa lebih baik?

S: Tidak.

W: Sebelum operasi, dokter bedah itu sangat bersahabat dengan kami. Ia berbicara pada kami dengan sangat bersahabat.

C: Oh, sebelum operasi, Ibu (mama) menanyakan semuanya dan dokter itu akan menjawab anda? Apakah ia baik pada anda?

W: Ya, ia menjawab semua pertanyaan kami dan ia sangat baik. Tetapi setelah operasi, ia tidak mau berbicara apa-apa lagi. Kami ingin berkonsultasi dengannya, tetapi ia tidak mau berbicara dengan kami. Ketika kami menanyakan pertanyaan padanya, ia pergi begitu saja. Dengan terburu-buru dan ia hanya berkata – tidak ada masalah, tidak ada masalah dan pergi meninggalkan kami.

S: Tidak, kami tidak dapat berbicara dengan mereka seperti ini (dengan anda).

C: Sebelum operasi, ia berbicara dengan anda dengan baik?

W: Ya, betul, betul. Ia bahkan memeluk saya dan meyakinkan saya – Jangan khawatir, jangan khawatir, ia (suami saya) akan baik-baik saja.

S: Oh, ia begitu baik.

W: Kami merasa sangat tenang. Ia berkata kepada kami, operasi harus segera dilakukan secepatnya.

S: Saya berkata padanya, saya belum siap untuk itu. Dokter bedah itu berkata: Arr… jika anda tidak melakukannya sekarang, kondisi anda akan semakin buruk.

W: Ia berkata: Saya tidak akan dapat mengoperasi anda lagi.

C: Wah, itu yang ia katakan pada anda? Jika anda kembali ke Pontianak dulu, kondisi anda akan memburuk dan mungkin anda akan mengalami koma?

W: Pada saat itu akan sulit untuk ditolong lagi.

C: Itu tidak benar sama sekali.

S: Kami tidak memiliki alternatif lain.

C: Ya, saya mengerti sepenuhnya. Pasien seringkali diburu-buru untuk membuat keputusan. Saya tidak yakin ini adalah benar. Kadang-kadang, tidak melakukan apa-apa lebih baik daripada berbuat sesuatu.

Hasil tes darah pada 6 Maret 2009 adalah sebagai berikut:

Total bilirubin                     = 138.00  Tinggi

Bilirubin Direk                    = 114.66   T

Alkaline phosphatase         = 143.34   T

GGT                                      = 203.05  T

ALT                                      = 57.98     T

AST                                      = 98.45     T

Alpha-fetoprotein              = 239,595.00  T

Sam kemudian menemui dokter lain yang memberinya resep untuk dua obat oral. 1) Baraclude (entecevir) yang sering diresepkan untuk pasien Hepatitis. 2) Nexavar – sebuah obat yang menghabiskan biaya RM 20.000 per bulan. (Catatan: Pang pada kisah lain juga diminta untuk mengkonsumsi obat yang sama, yang menurut dokternya efektif sekitar 20-30% saja).

Sam mengkonsumsi obat tersebut, Nexavar untuk 1 setengah hari (total 3 tablet). Ia mengalami efek samping sebagai berikut:

  • Ia merasa lelah ketika berjalan bahkan untuk berbicara.
  • Dadanya terasa kencang.
  • Telinganya mulai berdengung sepanjang hari.
  • Tidurnya terganggu.

Sam dan istrinya datang mencari pertolongan kami pada 8 Maret 2009 dan memutuskan untuk menyerah pada terapi medis.

1.   Ini adalah cerita yang sangat tragis. Professor Jane Plant menulis: Terapi kanker konvensional membuat proses yang panjang pada pasien sehingga mereka tidak lagi mengerti apa yang diperbuat kepada mereka. Itu dimulai dengan ancaman atau menanamkan kepercayaan akan ketakutan pada pasien. Liver anda membusuk – jika anda tidak mengeluarkannya, itu akan membunuh anda. Dan anda harus melakukannya dengan cepat! Dan lihat apa yang terjadi pada Sam sekarang? Dr. Richard Fleming (pada Stop inflammation now) menulis: … semua bentuk operasi tdak dapat menghasilkan kesembuhan untuk jangka panjang karena itu tidak menyelesaikan masalah dasarnya, yaitu inflamasi (radang) … Operasi kadang memicu proses inflamasi yang lebih besar, yang menyebabkan penyakit.

2.   Sam menyerahkan bacaan tentang alpha-fetoprotein (AFP) seperti dibawah ini.

Pelajari angka-angka berikut dengan seksama. AFP Sam menunjukan 3.0 sebelum operasi kandung kemih. Setelah operasi, AFP nya mulai meningkat, dari 50,5 sampai 3.201. Kemudian ia datang ke Penang dan melakukan operasi liver. Situasinya makin memburuk. Sampai pada Maret 2009, AFP Sam hampir mencapai seperempat juta.

AFP (alpha-fetoprotein) Reading

19 December 2007        3.0 Dilakukan di Sarawak

7 May 2008            Operasi kandung kemih di Sarawak

11 July 2008                  50.5

25 September 2008    2,433 Dilakukan di Sarawak

4 October 2008         3,201.97 Dilakukan di Sarawak

6 October 2008         Operasi Liver di Penang

5 December 2008     18,550 Dilakukan di Penang

30 December 2008   17,857.8 Dilakukan di Penang

10 February 2009     5,845.0 Dilakukan di Penang

6 March 2009       239,595.0 Dilakukan di Penang

3.   Ketika Sam mencoba mengklarifikasi dengan dokter bedahnya, ia diacuhkan. Dokter bedahnya bahkan tidak mau berbicara dengan Sam dan istrinya. Sedihnya, pasien seperti Sam ditinggalkan dalam kebimbangan. Sam kemudian beralih ke dokter lain.

4.   Sam diresepkan obat yang luar biasa mahal – 20.000 RM per bulan. Tentu saja, Sam tidak memiliki pilihan lain. Terima atau meninggal. Tapi intinya adalah: Apakah Sam diberitahu bahwa obat tersebut tidak akan menyembuhkannya? Tidak, dan ia tidak memiliki petunjuk sama sekali tentang kebenarannya. Data yang diterbitkan oleh website perusahaan obat jelas-jelas mengindikasikan seperti berikut:

Untuk kanker liver,

  • Pasien yang mengkonsumsi Nexavar  – angka harapan hidup = 10,7 bulan.
  • Pasien dengan placebo (pil gula) – angka harapan hidup 7,9 bulan.
  • Nexavar hanya meningkatkan angka harapan hidup sebesar 2,8 bulan. Tidak disebutkan di dalam website tersebut, Nexavar menyembuhkan kanker liver.

5.   Jika ada yang dapat kita pelajari dari cerita ini, ini adalah: Pengacuhan dapat membunuh.Untuk bertahun-tahun, kami di CA Care, telah berusaha untuk menyemangati pasien dengan memberikan mereka pengetahuan. Sering terjadi, pasien memilih untuk menemukan cara yang mudah dan diacuhkan. Dan setelah mereka mencapai tahap akhir putus asa, mereka akan berbicara pada kami: Oh, tapi kami tidak tahu semua ini. Kami percaya pada dokter-dokter.

Catatan:  Pada pertengahan April 2009, kami diinformasikan Sam meninggal. Sam dioperasi pada Oktober 2008 dan pada April 2009 ia meninggal. Itu hanya enam bulan setelah operasi. Apa yang anda pikir tentang apa yang mempercepat kematiannya? Operasi atau kankernya? Apa yang dapat terjadi pada Sam jika ia tidak melakukan apa-apa?

Bacalah tentang bermacam-macam laporan kasus pada website ini. Doris meninggal 8 bulan setelah operasi liver nya di Singapura. Kanker liver Suria kambuh setelah 3 bulan setelah operasi. Pang mengalami kekambuhan kanker livernya setelah 5 bulan operasi. Di lain pihak, Mac dan Gan menolak terapi medis seperti apapun dibandingkan dengan memiliki tumor yang membesar pada livernya. Dan mereka berdua hidup lebih dari 2 tahun. Pada Seam terdapat 9 x 10 cm tumor di livernya dan ia masi hidup sampai saat saya menulis ini (lebih dari 5 tahun).

Fransiska Meninggal Setelah Operasi, Radioterapi, Kemoterapi, Herceptin, Tamoxifen, Xeloda dan Tykerb

(Hidup di bumi adalah suatu pengalaman hidup. Biarlah kematian Fransiska menjadi pelajaran berharga bagi mereka yang seperti-nya)

Fransiska, berasal dari Jakarta, berumur tiga puluh dua tahun waktu ia menemukan ada benjolan sebesar 1,6 cm pada payudara kirinya yang akhirnya didiagnosa sebagai kanker. Pada waktu yang bersamaan ayahnya meninggal karena kanker. Pada November 2004, ia melakukan operasi pengangkatan benjolan di salah satu Rumah Sakit di Singapura. Sayangnya beberapa kelenjar getah bening di ketiaknya juga terinfeksi. Setelah operasi, Fransiska mendapat tiga puluh lima kali terapi radiasi. Ia merasa lebih baik setelah itu.

Pada Januari 2007, yaitu, dua tahun setelah terapi radiasi, Fransiska diberitahu bahwa kankernya telah menyebar ke paru-parunya. Ia melakukan kemoterapi dan mendapat enam siklus Taxol dan injeksi Herceptin. Satu kali injeksi Herceptin seharga 2,500 S$ dan Fransiska telah delapan kali diinjeksi. Dokter ahli kankernya ia harus melanjutkan Herceptin, tetapi Fransiska memutuskan untuk berhenti setelah delapan kali injeksi karena ia tidak mampu lagi membiayai pengobatannya lagi.

Pada July 2007, Fransiska mendapat terapi Tamoxifen. Sebulan kemudian, hasil Scan pada tulangnya menunjukkan kanker telah menyebar ke tulang punggungnya pada T12.

Pada Januari 2008, hasil Scan otaknya menunjukkan terdapat massa 8 x 7 mm pada otaknya. Dan juga terlihat massa sebesar 1,4 x 9,0 cm pada hatinya. Fransiska diminta oleh dokternya untuk menghntikan terapi dengan Tamoxifen. Ia diberi resep obat minum untuk kanker – Xeloda dan Tykerb (lapatinib). Biaya tiga minggu pengobatan dengan Tykerb seharga S$2.500.

Fransiska memberitahu kami bahwa ia sadar dengan “efek samping yang buruk” dari terapi medisnya, tetapi ia tidak ada pilihan lain. Ia tidak tahu apalagi yang harus dilakukan kecuali menuruti saran dokter.

Pada November 2004, Fransiska mulai membuat jadwal meminum jus dengan Apel, Beet Root (akar-akaran buah bit), dan wortel (carrot) (ABC). Ia juga menggunakan biji aprikot (sumber vitamin B17), cengkeh, cairan obat dari racikan walnut hitam (black walnut) dan akar-akaran. Sebagai tambahan ia juga memakai IP6, spirulina, Perfect Food, dan Vitamin C dosis tinggi. Ia menghentikan mengkonsumsi semuanya pada tahun 2007 ketika kanker menyebar ke paru-parunya.

Pada Februari 2005, ia melakukan detoksifikasi (penetralisiran racun) dan program peremajaan dengan program jus ABC dan kopi enema. Ia meneruskan semua ini sampai ia melihat darah pada urinnya. Ia menghentikan program ini.Fransiska juga mengkonsumsi nanas dan pepaya.

Fransiska sadar akan keharusan mengkonsumsi makanan sehat. Ia mengkonsumsi jus buah dan sayuran, ia juga menghindari gla putih, minyak, telur, semua daging dan makanan siap saji. Ia mengkonsumsi sirip hiu namun lama-kelamaan ia hentikan karena itu tidak efektif.

Ia menderita sakit kepala, mual, dan tekanan darahnya sangat rendah. Fransiska datang kembali ke dokter ahli kankernya pada Agustus 2008. Hasil scan menunjukkan kanker telah menyebar ke otaknya. Hasil CT-Scan bagian abdomen (perut) menunjukkan :

  • Metastasis pada kedua lobus hepar. Lesi terbesar pada lobus kiri berukuran 2,0 x 1,8 cm dan yang terbesar pada lobus kanan berukuran 1,5 x 1,4 cm.
  • Sklerosis stabil pada korpus vertebra T12.

Para ahli kanker menyimpulkan kanker ini telah berkembang dan menyarankan dua pilihan :

  • Fransiska menjalani kemoterapi lagi ditambah dengan Lapatinib, atau
  • Ia meneruskan menggunakan Lapatinib; menerima injeksi secara reguler untuk menguatkan tulangnya dan terapi untuk meredakan gejala-gejala menopausenya. Sebelumnya Fransiska diterapi dengan Zoladex untuk menghentikan menstruasinya.
  • Fransiska sering menulis kepada kami memohon bantuan. Email terakhir yang saya terima darinya pada tanggal 30 Oktober 2008 ketika ia mengeluhkan masalah pencernaan. Dengan sedih saya beritahukan bahwa Fransiska jatuh kedalam keadaan koma dan meninggal 2 tahun kemudian, pada pertengahan December 2008. Kematiannya datang empat tahun setelah didiagnosa kanker payudara. Bahkan obat termahal dan terbaru untuk kanker tidak dapat menolong dirinya.

Komentar: Ini memang kisah yang tragis namun telah terjadi berulang-ulang – kanker payudara berkembang menjadi stadium IV dan tidak dapat disembuhkan. Apakah yang salah ? Pada kenyataannya tidak ada yang salah. Fransiska mengikuti apa yang dokternya ingin dia lakukan. Ia menjalankan Seni terapi medis di Singapura. Yee, seorang wanita berusia 40 tahun dari Penang juga meninggal dengan cara yang sama. Ia menderita kanker payudara stadium awal. Melakukan operasi, kemoterapi, radioterapi, mengkonsumsi Tamoxifen dan Tykerb selain Herceptin. Ia berakhir dengan metastase pada paru-paru, tulang, hati dan terakhir pada otaknya. Ia meninggal setelah menghabiskan lebih dari 100.000 RM untuk terapinya.

Di CA Care, dengan pengalaman kami yang lebih dari tigabelas tahun, kami melihat tiga fenomena yang sering trjadi pada penderita kanker payudara.

1. Pertama, data kami menunjukkan bahwa pasien kanker payudara (di Malaysia) yang melakukan operasi, kemoterapi, radioterapi dan mengkonsumsi Tamoxifen mengalami penyebaran ke tulang, paru-paru, dll. setelah beberapa tahun. Pasien (di Indonesia) yang beralih ke pengobatan tradisional atau ang tidak mengikuti terapi standard medis tidak menderita metastase yang luas atau menderita metatase yang luas pada akhirnya.

2. Pasien usia muda yang menjalani seluruh paket terapi medis untuk kanker payudara, cenderung unruk menderita metastase yang lebih parah.

3. Sekarang dengan tersedianya Herceptin, kami mulai melihat pasien menderita metastase pada otak. Apakah ada koreksi mengenai pengobatan ini dan hubungannya dengan metastase pada otak?

Kami menyadari bahwa penelitian kami hanya gurauan dan untuk itu dapat disanggah. Sebuah penelitian di internet memberikan beberapa kesimpulan yang cukup berharga untuk dijadikan sebagai catatan.

Boston Globe (A new peril for breast cancer survivors oleh Liz Kowalczk, 7 February 2006)mengangkat cerita tentang Amy Socia yang didiagnosa menderita kanker payudara ketika berusia 43 tahun. Ia menjalani operasi mastektomi, operasi rekonstruksi payudara, radioterapi, dan kemoterapi. Disamping terapi medisnya kanker menyebar ke hati dan tulang belakangnya. Amy diberikan resep apa yang kita sebut obat yang menjanjikan – Herceptin – dan “secara ajaib” kankernya mulai menyusut! Tapi itu tidak lama. Tidak lama setelah itu (lima tahun setelah pertama kali didiagnosa) dua tumor tampak pada otaknya. Ini membuat Amy menyimpulkan :Tidak ada obat untuk kanker payudara yang bermetastase. Itu tidak akan pergi. Kamu hanya berpindah dari satu terapi ke terapi lainnya”. Cerita Amy tidak jauh berbeda dengan Fransiska.

Fransiska diterapi dengan lapatinib (Tykerb) dan capecitabine (Xeloda). Terapi modern ini telah diperlihatan dalam satu penelitian “to shrink brain metastasis significantly in six percent of 241 patients.” (mengecilkan persentase metastase otak secara signifikan pada enam persen dari 241 pasien). Pada situs resmi lapatinib: www.tykerb.com, kita dapat membaca informasi sebagai berikut:

  • Tidak ada obat untuk kanker payudara yang bermetastase, tapi itu dapat diterapi.
  • Beberapa wanita mungkin dapat berkembang dan terjadi kerusakan hati selama mengkonsumsi Tykerb. Pada beberapa kasus, kerusakan hati mungkin dapat fatal dan menyebabkan kematian.
  • Efek samping dari Tykerb adalah : mual, muntah, rasa terbakar pada uluhati, kehilangan nafsu makan, kemerahan, nyeri pada tangan dan kaki, ruam pada kulit, kulit kering, nyeri pada bibir, mulut, atau tenggorokan, sakit pada tangan, kaki, atau punggung, kesulitan untuk tidur atau tetap tertidur, rasa sesak nafas, batuk, batuk dengan dahak yang berdarah atau berwarna pink, denyut jantung yang cepat dan irreguler, kelelahan atau kelemahan dan bengkak pada tangan, kaki, pergelangan, atau betis.

Pasien harus ingat bahwa menterapi kanker bukan berarti kanker dapat disembuhkan! Untuk mengobati berarti menghabiskan banyak sekali uang tetapi terapinya tidak dapat mengobati. Pengecilan tumor juga bukan berarti sembuh! Lapatinib menyebabkan kerusakan hati. Bukankah ini yang terjadi pada kasus Fransiska?

Efek samping dari Herceptin antara lain: Demam dan rasa dingin (biasa terjadi saat pengobatan pertama kali), gagal nafas dan gagal jantung, diare, sakit kepala, mual, dan muntah, nyeri, ruam pada kulit, dan kelemahan. Bagaimanapun juga, yang paling tidak mengenakan dari laporan tentang Herceptin adalah metastase otak.

Laporan tanggal 13 Desember 2001 oleh Robert Carlson menyatakan:

  • Diketahui pasien kanker payudara dengan metastase lebih sering berkembang menjadi metastase tulang, tetapi pada pasien yang menggunakan Herceptin terlihat peningkatan resiko dari metastase otak dibandingkan dengan metastase tulang.

Jurnal, Kanker (15 Juni 2003, Vol: 97:2972-2977), menyatakan:

  • Metastase karsinoma payudara ke otak adalah umum pada pasien yang menerima pengobatan dengan obat Herceptin.
  • Sekitar 6 sampai 16% wanita dengan metastase kanker payudara mengalami penyebaran ke otak tetapi pasien yang menerima pengobatan Herceptin sebagai terapi pertolongan pertama mempunyai resiko yang besar untuk berkembang menjadi penyakit CNS (otak) (42%)

Pertanyaan yang mungkin anda tanyakan: Apa bubungannya observasi di atas dengan penyebaran pada otak Fransiska? Apa yang mungkin terjadi dengan keacuhan Fransiska – Akankah dia meninggal karena kanker pake payudara dalam 4 tahun? Apa yang mungkin menjadi penyebab sebenarnya dari kematian dia?

Operasi dan Kemoterapi Tapi Kanker Payudaranya Tidak Sembuh

Ini adalah e-mail yang saya terima pada akhir November 2010.

Dear Dr Teo,
Ibu saya berusia 68 tahun. Dia dideteksi terkena  kanker payudara stadium 3 B pada bulan Juni 2008, setelah melakukan pemeriksaan di Bandung, Indonesia dan juga sudah dikonfirmasi oleh National Cancer Centre, Singapore. Mengingat saya bekerja di Singapura, dia bersedia untuk datang ke sini untuk melakukan perawatan (2 kali operasi dan kemoterapi 18 kali) di mana saya dapat merawat dan menemani dia setelah melalui perawatan yang menyakitkan. Tapi setelah 2 tahun dengan kemoterapi 18 kali, kankernya  tidak dapat disembuhkan.

Minggu lalu dokter onkologi nya  menyebutkan bahwa tidak perlu lagi baginya untuk menjalani kemoterapi  karena  “TIDAK  ADA  HARAPAN  UNTUK  SEMBUH , HANYA  DAPAT  MEMPERPANJANG  HIDUPNYA  UNTUK  SEMENTARA  SAJA “  Kankernya  sekarang sudah menyebar ke kulit dan menyebabkan  tangan kirinya bengkak. Dia merasa sangat tidak nyaman disebakan karena tangannya merasa kaku, warna kulitnya kemerahan, terasa panas dan nyeri pada bagian kulit tangannya tsb

Dua minggu yang lalu, seorang teman saya yang tinggal di Indonesia, memperkenalkan kepada saya tentang tumbuhan keladi tikus (yang ditemukan oleh Anda). Setelah mencoba dia merasa lebih baik dan kulitnya yang  basah mulai kering demikian juga bau busuk dari bagian bawah lengannya sudah hilang.

Saya sangat sedih dan terus berdoa agar supaya dia dapat memiliki kekuatan untuk melewati keadaan ini. Saya percaya bahwa Tuhan akan menyembuhkan ibu saya jika saya memiliki iman dan kepercayaan kepada Nya. Saya sangat mengharapkan bantuan dan dukungan yang besar dari Anda untuk mengobati ibu saya.

Pada tanggal 7 November 2010, Intan (bukan nama sebenarnya) dan putrinya datang menemui kami di Penang. Ini suatu malam yang betul-betul sangat menyedihkan dan menyentuh hati,  saat melihat Intan berjuang untuk berjalan masuk ke dalam ruangan Klinik kami.

Di dalam usia ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, kita mempunyai keyakinan bahwa kita sebenarnya sudah mengetahui semua jawaban atas masalah kita. Tapi dalam kasusnya Intan, yang saya lihat pada malam ini, membuktikan suatu keadaan yang realistis dari situasi saat ini. Kata-kata dari Amy Cohen Soscia, seorang pasien kanker payudara dari Amerika Serikat, telah mengingatkan saya : “Tidak ada obat untuk kanker payudara metastatic. Tidak pernah  ada. Anda hanya berpindah dari satu pengobatan ke pengobatan lainnya. ”

Riwayat  Medis: Sekitar tahun 2008, Intan terjatuh dan merasakan sakit di bagian payudara kirinya. Setelah menjalani pemeriksaan USG dan Mamografi di Bandung menunjukkan ada benjolan di payudaranya. Dia kemudian pergi ke Singapura dan menjalani operasi mastektomi. Laporan histopatologi menyatakan bahwa tumor berukuran 5,5 cm tersebut adalah tumor ganas grade 3. Dua belas dari lima belas kelenjar getah beningnya sudah terinfeksi kanker.

Dokter mengatakan bahwa Intan hanya memiliki waktu tiga bulan lagi untuk hidup. Mengingat bahwa  pengobatan modern tsb tidak dapat menawarkan harapan banyak, kemudian putrinya mencari seorang sinseh Cina untuk meminta bantuan. Dia mulai dengan pengobatan herbal. Dan Intan kemudian menjalaninya selama sembilan bulan, tetapi setelah itu ia mengalami sesak nafas.

Dia kemudian dirawat di Changi General Hospital. Dokter telah menyedot cairan sebanyak  3,5 liter dari paru-parunya. Setelah itu dia kemudian dikirim ke Singapore General Hospital untuk pengobatan lebih lanjut.

Pada bulan Juni 2009, dia mulai dengan kemoterapi oral – menggunakan Xeloda selama 2 bulan. Pengobatan ini tidak efektif. Dokter beralih ke kemoterapi intravena menggunakan Vinorelbine. Setelah 2 siklus, pengobatan ini dianggap tidak efektif. Intan kemudian menjalani 4 siklus kemoterapi lagi dengan kombinasi Vinorelbine dan Gemcitabine. Kombinasi ini juga tidak efektif.

Dokter beralih lagi dengan hanya memberikan Doxorubisin saja. Intan menjalani terapi mono ini sampai  7 siklus. Ini juga tidak efektif. Dokter kemudian beralih lagi ke Taxol dan Intan menjalani 2 siklus pengobatan ini. Sekali lagi hasilnya tidak baik.

Intan kemudian diberikan lagi obat kemo oral  Xeloda selama sebulan dan setelah itu dia beralih lagi ke  terapi hormonal (putrinya lupa nama obat tsb). Tetapi kanker masih tetap menyebar. Sekali lagi Intan diberikan Taxol selama 2 siklus. Dan setelah Taxol, dokter menyarankannya  lagi dengan Herceptin. Tetapi Intan menolak untuk menerima perawatan medis lebih lanjut.

Semuanya ini adalah sebuah pengalaman yang pahit dan telah membuat frustasi bagi Intan.