Fransiska Meninggal Setelah Operasi, Radioterapi, Kemoterapi, Herceptin, Tamoxifen, Xeloda dan Tykerb

(Hidup di bumi adalah suatu pengalaman hidup. Biarlah kematian Fransiska menjadi pelajaran berharga bagi mereka yang seperti-nya)

Fransiska, berasal dari Jakarta, berumur tiga puluh dua tahun waktu ia menemukan ada benjolan sebesar 1,6 cm pada payudara kirinya yang akhirnya didiagnosa sebagai kanker. Pada waktu yang bersamaan ayahnya meninggal karena kanker. Pada November 2004, ia melakukan operasi pengangkatan benjolan di salah satu Rumah Sakit di Singapura. Sayangnya beberapa kelenjar getah bening di ketiaknya juga terinfeksi. Setelah operasi, Fransiska mendapat tiga puluh lima kali terapi radiasi. Ia merasa lebih baik setelah itu.

Pada Januari 2007, yaitu, dua tahun setelah terapi radiasi, Fransiska diberitahu bahwa kankernya telah menyebar ke paru-parunya. Ia melakukan kemoterapi dan mendapat enam siklus Taxol dan injeksi Herceptin. Satu kali injeksi Herceptin seharga 2,500 S$ dan Fransiska telah delapan kali diinjeksi. Dokter ahli kankernya ia harus melanjutkan Herceptin, tetapi Fransiska memutuskan untuk berhenti setelah delapan kali injeksi karena ia tidak mampu lagi membiayai pengobatannya lagi.

Pada July 2007, Fransiska mendapat terapi Tamoxifen. Sebulan kemudian, hasil Scan pada tulangnya menunjukkan kanker telah menyebar ke tulang punggungnya pada T12.

Pada Januari 2008, hasil Scan otaknya menunjukkan terdapat massa 8 x 7 mm pada otaknya. Dan juga terlihat massa sebesar 1,4 x 9,0 cm pada hatinya. Fransiska diminta oleh dokternya untuk menghntikan terapi dengan Tamoxifen. Ia diberi resep obat minum untuk kanker – Xeloda dan Tykerb (lapatinib). Biaya tiga minggu pengobatan dengan Tykerb seharga S$2.500.

Fransiska memberitahu kami bahwa ia sadar dengan “efek samping yang buruk” dari terapi medisnya, tetapi ia tidak ada pilihan lain. Ia tidak tahu apalagi yang harus dilakukan kecuali menuruti saran dokter.

Pada November 2004, Fransiska mulai membuat jadwal meminum jus dengan Apel, Beet Root (akar-akaran buah bit), dan wortel (carrot) (ABC). Ia juga menggunakan biji aprikot (sumber vitamin B17), cengkeh, cairan obat dari racikan walnut hitam (black walnut) dan akar-akaran. Sebagai tambahan ia juga memakai IP6, spirulina, Perfect Food, dan Vitamin C dosis tinggi. Ia menghentikan mengkonsumsi semuanya pada tahun 2007 ketika kanker menyebar ke paru-parunya.

Pada Februari 2005, ia melakukan detoksifikasi (penetralisiran racun) dan program peremajaan dengan program jus ABC dan kopi enema. Ia meneruskan semua ini sampai ia melihat darah pada urinnya. Ia menghentikan program ini.Fransiska juga mengkonsumsi nanas dan pepaya.

Fransiska sadar akan keharusan mengkonsumsi makanan sehat. Ia mengkonsumsi jus buah dan sayuran, ia juga menghindari gla putih, minyak, telur, semua daging dan makanan siap saji. Ia mengkonsumsi sirip hiu namun lama-kelamaan ia hentikan karena itu tidak efektif.

Ia menderita sakit kepala, mual, dan tekanan darahnya sangat rendah. Fransiska datang kembali ke dokter ahli kankernya pada Agustus 2008. Hasil scan menunjukkan kanker telah menyebar ke otaknya. Hasil CT-Scan bagian abdomen (perut) menunjukkan :

  • Metastasis pada kedua lobus hepar. Lesi terbesar pada lobus kiri berukuran 2,0 x 1,8 cm dan yang terbesar pada lobus kanan berukuran 1,5 x 1,4 cm.
  • Sklerosis stabil pada korpus vertebra T12.

Para ahli kanker menyimpulkan kanker ini telah berkembang dan menyarankan dua pilihan :

  • Fransiska menjalani kemoterapi lagi ditambah dengan Lapatinib, atau
  • Ia meneruskan menggunakan Lapatinib; menerima injeksi secara reguler untuk menguatkan tulangnya dan terapi untuk meredakan gejala-gejala menopausenya. Sebelumnya Fransiska diterapi dengan Zoladex untuk menghentikan menstruasinya.
  • Fransiska sering menulis kepada kami memohon bantuan. Email terakhir yang saya terima darinya pada tanggal 30 Oktober 2008 ketika ia mengeluhkan masalah pencernaan. Dengan sedih saya beritahukan bahwa Fransiska jatuh kedalam keadaan koma dan meninggal 2 tahun kemudian, pada pertengahan December 2008. Kematiannya datang empat tahun setelah didiagnosa kanker payudara. Bahkan obat termahal dan terbaru untuk kanker tidak dapat menolong dirinya.

Komentar: Ini memang kisah yang tragis namun telah terjadi berulang-ulang – kanker payudara berkembang menjadi stadium IV dan tidak dapat disembuhkan. Apakah yang salah ? Pada kenyataannya tidak ada yang salah. Fransiska mengikuti apa yang dokternya ingin dia lakukan. Ia menjalankan Seni terapi medis di Singapura. Yee, seorang wanita berusia 40 tahun dari Penang juga meninggal dengan cara yang sama. Ia menderita kanker payudara stadium awal. Melakukan operasi, kemoterapi, radioterapi, mengkonsumsi Tamoxifen dan Tykerb selain Herceptin. Ia berakhir dengan metastase pada paru-paru, tulang, hati dan terakhir pada otaknya. Ia meninggal setelah menghabiskan lebih dari 100.000 RM untuk terapinya.

Di CA Care, dengan pengalaman kami yang lebih dari tigabelas tahun, kami melihat tiga fenomena yang sering trjadi pada penderita kanker payudara.

1. Pertama, data kami menunjukkan bahwa pasien kanker payudara (di Malaysia) yang melakukan operasi, kemoterapi, radioterapi dan mengkonsumsi Tamoxifen mengalami penyebaran ke tulang, paru-paru, dll. setelah beberapa tahun. Pasien (di Indonesia) yang beralih ke pengobatan tradisional atau ang tidak mengikuti terapi standard medis tidak menderita metastase yang luas atau menderita metatase yang luas pada akhirnya.

2. Pasien usia muda yang menjalani seluruh paket terapi medis untuk kanker payudara, cenderung unruk menderita metastase yang lebih parah.

3. Sekarang dengan tersedianya Herceptin, kami mulai melihat pasien menderita metastase pada otak. Apakah ada koreksi mengenai pengobatan ini dan hubungannya dengan metastase pada otak?

Kami menyadari bahwa penelitian kami hanya gurauan dan untuk itu dapat disanggah. Sebuah penelitian di internet memberikan beberapa kesimpulan yang cukup berharga untuk dijadikan sebagai catatan.

Boston Globe (A new peril for breast cancer survivors oleh Liz Kowalczk, 7 February 2006)mengangkat cerita tentang Amy Socia yang didiagnosa menderita kanker payudara ketika berusia 43 tahun. Ia menjalani operasi mastektomi, operasi rekonstruksi payudara, radioterapi, dan kemoterapi. Disamping terapi medisnya kanker menyebar ke hati dan tulang belakangnya. Amy diberikan resep apa yang kita sebut obat yang menjanjikan – Herceptin – dan “secara ajaib” kankernya mulai menyusut! Tapi itu tidak lama. Tidak lama setelah itu (lima tahun setelah pertama kali didiagnosa) dua tumor tampak pada otaknya. Ini membuat Amy menyimpulkan :Tidak ada obat untuk kanker payudara yang bermetastase. Itu tidak akan pergi. Kamu hanya berpindah dari satu terapi ke terapi lainnya”. Cerita Amy tidak jauh berbeda dengan Fransiska.

Fransiska diterapi dengan lapatinib (Tykerb) dan capecitabine (Xeloda). Terapi modern ini telah diperlihatan dalam satu penelitian “to shrink brain metastasis significantly in six percent of 241 patients.” (mengecilkan persentase metastase otak secara signifikan pada enam persen dari 241 pasien). Pada situs resmi lapatinib: www.tykerb.com, kita dapat membaca informasi sebagai berikut:

  • Tidak ada obat untuk kanker payudara yang bermetastase, tapi itu dapat diterapi.
  • Beberapa wanita mungkin dapat berkembang dan terjadi kerusakan hati selama mengkonsumsi Tykerb. Pada beberapa kasus, kerusakan hati mungkin dapat fatal dan menyebabkan kematian.
  • Efek samping dari Tykerb adalah : mual, muntah, rasa terbakar pada uluhati, kehilangan nafsu makan, kemerahan, nyeri pada tangan dan kaki, ruam pada kulit, kulit kering, nyeri pada bibir, mulut, atau tenggorokan, sakit pada tangan, kaki, atau punggung, kesulitan untuk tidur atau tetap tertidur, rasa sesak nafas, batuk, batuk dengan dahak yang berdarah atau berwarna pink, denyut jantung yang cepat dan irreguler, kelelahan atau kelemahan dan bengkak pada tangan, kaki, pergelangan, atau betis.

Pasien harus ingat bahwa menterapi kanker bukan berarti kanker dapat disembuhkan! Untuk mengobati berarti menghabiskan banyak sekali uang tetapi terapinya tidak dapat mengobati. Pengecilan tumor juga bukan berarti sembuh! Lapatinib menyebabkan kerusakan hati. Bukankah ini yang terjadi pada kasus Fransiska?

Efek samping dari Herceptin antara lain: Demam dan rasa dingin (biasa terjadi saat pengobatan pertama kali), gagal nafas dan gagal jantung, diare, sakit kepala, mual, dan muntah, nyeri, ruam pada kulit, dan kelemahan. Bagaimanapun juga, yang paling tidak mengenakan dari laporan tentang Herceptin adalah metastase otak.

Laporan tanggal 13 Desember 2001 oleh Robert Carlson menyatakan:

  • Diketahui pasien kanker payudara dengan metastase lebih sering berkembang menjadi metastase tulang, tetapi pada pasien yang menggunakan Herceptin terlihat peningkatan resiko dari metastase otak dibandingkan dengan metastase tulang.

Jurnal, Kanker (15 Juni 2003, Vol: 97:2972-2977), menyatakan:

  • Metastase karsinoma payudara ke otak adalah umum pada pasien yang menerima pengobatan dengan obat Herceptin.
  • Sekitar 6 sampai 16% wanita dengan metastase kanker payudara mengalami penyebaran ke otak tetapi pasien yang menerima pengobatan Herceptin sebagai terapi pertolongan pertama mempunyai resiko yang besar untuk berkembang menjadi penyakit CNS (otak) (42%)

Pertanyaan yang mungkin anda tanyakan: Apa bubungannya observasi di atas dengan penyebaran pada otak Fransiska? Apa yang mungkin terjadi dengan keacuhan Fransiska – Akankah dia meninggal karena kanker pake payudara dalam 4 tahun? Apa yang mungkin menjadi penyebab sebenarnya dari kematian dia?

Penulis: CA Care

In obedience to God's will and counting on His mercies and blessings, and driven by the desire to care for one another, we seek to provide help, direction and relief to those who suffer from cancer.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: