Sesaat setelah menjalani kemoterapi di Singapura bulan Desember 2011, perjalanannya berakhir di rumah sakit di Medan. Inikah tujuan terakhir setelah petualangan panjang – satu setengah tahun kemo dan dua miliar rupiah dana yang dikucurkan? Pada tanggal 17 Desember 2011, semua anggota keluarga dari berbagai kota di Indonesia datang mengunjunginya. Nafasnya megap-megap dan dia tidak bisa mengenali orang di sekitarnya – matanya menggulung ke atas dan tidak merespons. Dokter hanya meminta keluarga untuk berdoa.
Pada tanggal 18 Desember 2011, sebuah mukjizat terjadi – tiga hari setelah minum ramuan herbal Lung 1 dan Lung 2 ditambah Lung Phlegm. Dia dapat bernafas normal dan tidak memerlukan bantuan oksigen lagi. Tanggal 20 Desember 2011 dia beserta keluarganya terbang ke CA Care Penang. Informasi lebih jelas, baca Bagian 2 & 3 cerita ini.
Kutipan: Menurut Perusahaan Besar Obat-Obatan Yang Mengendalikan Industri Obat Kanker, kematian akibat kemoterapi dapat diterima asalkan protokol kemoterapi standar telah dipenuhi.
~ Dr James Forsythe, The Compassionate Oncologist, hal. 91.
——————————————————————————————————————–
RJ adalah seorang wanita berusia 55 tahun. Dia mantan juara tenis. Suatu waktu di bulan April 2010 dia menemani puterinya ke Penang. Puterinya datang untuk memeriksakan kandungannya. RJ ahirnya ikut menjalani pemeriksaan juga untuk dirinya. Dari hasil pemeriksaan tersebut, ahli ginekologi menyarankan kepada RJ untuk mengangkat tumor sebesar 8 cm yang berada di dalam rahimnya. Jadi, RJ menjalani prosedur THBSO (total abdominal hysterectomy-bilateral salpingo-oophorectomy). Yang dilakukan saat itu adalah upaya untuk membuang tumor tersebut tanpa memperhatikan apakah itu kanker atau bukan Kemudian hasilnya diperiksakan di Lab untuk ditetliti lebih lanjut.
Setelah operasi disarankan untuk CT Scan dan hasilnya dinyatakan bersih, tetapi untuk memastikan kemudian RJ disarankan lagi untuk PET Scan.
Sekitar 3 bulan kemudian, RJ melakukan pemeriksaan lagi dan pada saat ini hasil Patologi yang telah dilakukan sebelumnya dicocokkan dengan hasil PET Scan, ternyata tumor tersebut kanker dan RJ disarankan untuk menjalani kemoterapi tetapi dia menolaknya.
Untuk mendapatkan hasil opini yang lebih jelas, RJ membawa hasil pemeriksaan ini ke Singapura. Disini RJ menjalani PET Scan ulang, dan hasilnya ternyata diketemukan lagi kanker di paru-paru nya. Kemudian RJ menjalani kemoterapi infus sebanyak 16 kali selama satu setengah tahun. Obat-obatan yang digunakan adalah: Gemzar & Docetaxel dan Doxorubicin & Avastin.
Dan setelah itu paru-paru nya dinyatakan bersih, kemudian dilanjutkan dengan pengobatan kemo oral dengan obat Iressa selama 3 bulan.
Setelah minum Iressa selama 3 bulan mulai muncul efek samping sebagai berikut : muncul bintik-bintik merah pada bagian muka , gatal-gatal pada seluruh tubuh dan batuk. Pada dahaknya ada noda darah. Menurut dokter onkologi prognosanya hanya 40 % dan kepada keluarganya diminta untuk berdoa kemudian diminta untuk mengikuti saja apa yang diamanahkan oleh RJ dan agar menuruti semua pesan-pesan yang disampaikannya.
Hasil PET scan tanggal 16 Februari 2011 menunjukkan:
1. Multiple Bilateral Nodule yang berada di dalam paru dengan variasi ukuran (3,2, 2,1 cm) sementara itu nodul yang lebih kecil berada di bawah jangkauan resolusi FDG PET.
2.Tidak terdapat cairan di paru ataupun cairan diselaput jantung.
3. Sebaran FDG di pinggiran sebuah nodul di sisi kanan pelvis, telah membatasi kolon sigmoid dan bagian atas kandung kemih.
4. Adanya nodul yang letaknya disekeliling pembuluh darah besar dan disekitar pembuluh darah mesenterik.
Dia kembali lagi ke Singapura – dan kali ini ke rumah sakit yang berbeda. Dia diberitahu bahwa masalah itu timbul akibat Iressa dan karena itu harus menghentikan cara pengobatan tersebut.
Hasil CT Scan tanggal 29 September 2011 menunjukkan:
1.Nodul yang berukuran antara 0,5 cm hingga 2,9 di kedua paru-paru. Masa kanker yang terbesar di dalam lobus lingualis berukuran kira-kira 7,2 x 5,8 cm. Masa kanker ini berdekatan dengan selaput jantung . Terdapat juga sedikit cairan diselaput jantung.
2.Juga adanya sedikit cairan pada paru sebelah kiri.
CT Scan tanggal 29 September 2011
Catatan medis yang tertulis pada tanggal 5 Oktober 2011: “Konseling Depresi: Tak bisa menerima akan kematian mendatang. Tak bisa tidur. Mengharapkan kesembuhan.”
RJ diminta menjalani lebih banyak kemoterapi. Dia melakukannya. Dia menjalani kemo terakhirnya di awal bulan Desember 2011. Dua hari sepulang dari Singapura dia mulai batuk dan demam. Dia dirawat di Medan tanggal 8 Desember 2011. Ketika di rumah sakit kondisinya memburuk dan nafas sesak. Meski dengan bantuan oksigen, nafasnya tetap sulit dan dia bernafas megap-megap seperti ikan yang perlu udara. Matanya menggulung dan dia tidak mengenali orang sekitarnya.
Saat itu, seorang pengunjung memberitahu keluarganya: ” Kenapa tidak pergi dan menemui Dr. Teo ? ” Hari berikutnya, 14 Desember 2011, dua puterinya terbang ke CA Care Penang untuk meminta bantuan kami. Berikut percakapan kami saat itu.
Catatan: Pihak keluarga telah mengizinkan penggunaan video dan gambar tanpa harus menutupi wajah pasien.
Biaya Pengobatan Medis
Kedua anak pasien bercerita bahwa seluruh biaya pengobatan menghabiskan nyaris 2 miliar rupiah. Di bawah ini adalah biaya untuk menjalani kemoterapi di Singapura (dalam dolar Singapura. 1,00 SGD$= 2,43 RM, 1,00 SGD$ = 7.240 IDR).
Tabel 1: Perkiraan biaya kemoterapi dengan Docetaxel + Gemcitabine.
Tabel 2. Biaya satu siklus Gemcitabine (Gemzar) + Docetaxel)
Dari satu siklus kemoterapi di atas menghabiskan biaya sekitar S$ 5.000. Untuk suatu perencanaan yang sistimatis 6 siklus kemo akan menghabiskan total biaya sekitar S$ 45.000. Ditambah pengeluaran untuk scanning dll. perlu tambahan S$ 3.000. Jadi secara keseluruhan, seorang pasien harus menyediakan total biaya sekitar S$ 50.000 atau RM 120.000 atau IDR 350 juta untuk tahap pertama kemoterapi. Akan tetapi tahap pertama belum tentu cukup baik. Pasien bisa saja memerlukan lebih banyak tahapan lagi.
Biayanya akan semakin melonjak ketika Avastin digunakan seperti dalam kasus ini. Namun apa manfaat Avastin yang sebenarnya ? Tahukah Anda ? Klik link berikut ini untuk mengetahuinya: https://cancercareindonesia.com/2012/01/01/membedah-kemoterapi-bagian-6-avastin-tidak-menyembuhkan-kanker/
Tabel 3. Biaya satu siklus dengan Avastin sekitar S$ 12.000 (RM 29.000 atau IDR 84 juta).
Beberapa pertanyaan untuk direnungkan
- Selain telah menghabiskan waktu sekitar satu setengah tahun pengobatan medis dan sejumlah besar tumpukan rupiah – apa yang anda pikirkan tentang kasus ini? Mereka bilang pengobatannya terbukti secara ilmiah – tetapi bagaimana kenyataannya? Apa yang dibuktikan ?
- Bertahan selama satu setengah tahun tapi menghabiskan banyak waktu keluar dan masuk rumah sakit – apakah itu layak? Sudahkah anda membaca tulisan ini – Berapa harga hidup anda? https://cancercareindonesia.com/2011/12/15/membedah-kemoterapi-bagian-4-berapa-harga-hidup-anda-erbitux-untuk-kanker-paru/
Percayakah anda bahwa kemoterapi memiliki 40 persen kesempatan kesembuhan seperti yang ditegaskan dokter ? Menurut perkiraan anda berapa persentase keberhasilannya dalam kasus ini ? Apa yang dikatakan literatur medis tentang penyembuhan kanker paru ?
- Saat ini adalah era teknologi informasi. Periksa melalui internet dan tanyakan apakah obat-obatan kemo seperti Gemzar, Docetaxel, Doxorubicin dan Avastin pernah menyembuhkan jenis kanker ini ? Pesan untuk para pasien – kalian harus memberdayakan diri kalian !
- Sering kali, para praktisi obat-obatan alternatif dituduh sebagai tukang obat, penjaja barang yang tak teruji dan yang paling buruk pemberi harapan palsu ! Dalam situasi seperti ini, ada pepatah mengatakan : diri sendiri yang bersalah tetapi menyalahkan orang lain. Siapa yang sesungguhnya yang memberi harapan palsu kepada pasien?
- Pernahkah terpikir oleh anda untuk bertanya – Bagaimana jika saya TIDAK MELAKUKAN APA-APA ? Apa anda berpikir akan berahir dengan kondisi hampir mati setelah satu setengah tahun ? Bacalah cerita tentang Ella http://cancercaremalaysia.com/2010/12/11/an-evening-with-ella-our-patient-our-friend/
Ketika puteri RJ datang kepada kami pada tanggal 14 Desember 2011, inilah yang saya katakan kepada mereka: “ Dalam keadaan demikian ( seorang ibu yang sudah menjelang kematian) saya benar-benar tidak tahu apa yang harus dikatakan atau lakukan. Saya bisa memberi beberapa obat herbal dan anda bisa pulang dan mencobanya. Jika dia bertahan, datanglah kembali dengan membawa semua catatan medis. Saat ini, yang bisa saya katakan adalah – coba saja. Jika beruntung dan disertai berkat Tuhan dia bisa saja keluar rumah sakit dengan selamat, selain dari itu saya tidak tahu apa-apa.”
Ini bukanlah kasus “menjelang kematian” yang pertama yang menimpa kami. Kami sangat sering menemui kasus semacam ini. Ketika tidak ada lagi yang bisa dilakukan, anggota keluarga datang dan meminta bantuan kepada kami. Apa yang bisa saya lakukan? Berpura-pura saya seorang superman? Atau, Tuhan? Karena misi dari CA Care adalah untuk membantu orang-orang tak berdaya dan tersesat, kami biasanya tidak akan membiarkan mereka. Jangan salah – kami tidak menjanjikan kesembuhan. Kami juga tidak menjanjikan bisa menyelesaikan masalah anda. Apa yang bisa kami lakukan adalah mencoba yang terbaik untuk membantu dengan cara yang kami ketahui. Kami mengerti jika anda cukup menderita dan juga sudah menghabiskan banyak uang untuk pengobatan medis. Keberadaan CA Care bukan untuk “memeras” kekayaan terakhir sebelum anda meninggal. Kami tidak memiliki maksud untuk menyesatkan atau menipu anda. Jika anda percaya kepada kami akan sebuah harapan “terahir”, kami di sini siap membantu – meski sering menghadapi “risiko” dinamai sebagai penjual obat atau dukun. Namun demikian, risiko yang kami ambil terkadang berubah menjadi keberhasilan yang memuaskan – sebuah berkat yang menakjubkan seperti yang akan anda lihat dalam kasus ini.
Diterjemahkan oleh Andreas Kriswanto, diedit oleh Teddy Setiawan