Prapti adalah seorang putri Indonesia yang menjanjikan. Pada 1997, dia memenangi medali emas untuk judo di SEA Games. Pada ASEAN Games 1998 dia berperingkat ketujuh. Sayangnya, pada Nopember 1999, Prapti, yang berumur 21 tahun, tiba-tiba merasa pusing, hilang ingatannya dan muntah-muntah. Dia terdiagnosis pineoblastoma dengan hidrocefalus. VP SHUNT (selang pelangsir) dipasang pada otaknya.
Pada 2000, masalah Prapti kambuh. Dia kembali kehilangan ingatannya, tidak mampu tidur dan tubuhnya bergerak disepanjang waktu. Air liur terus menetes dari mulutnya, kulitnya terkelupas seperti ular berganti kulit (moulting).Dia adalah pelatih judo dipusat pelatihan judo Puncak. Dia menjadi tidak sadar dan selanjutnya koma. Dia dirawat dirumah sakit terbaik di Indonesia tetapi dokter mengindikasikan bahwa: tindakan operasi tidak bisa dilakukan di Indonesia. Dia dimasukkan ke dalam ICU dan masih tetap koma hampir 3 bulan. Orang tuanya mencoba semua tipe terapi, tetapi itu tidak membantu. Lalu disuatu waktu pada awal Mei 2001, seseorang bernama Pak Edi melewati bangsalnya (Siapakah Pak Edi itu? kami tidak tahu!) dan mengatakan kepada pendeta / yang sedang memimpin doa tentang CA Care. Prapti lalu menggunakan ramuan. Dalam dua minggu, Prapti pulih dari koma dan dikeluarkan dari rumah sakit pada 7 Juli 2001. Ketika dirumah sakit para perawat memasakkan Brain Tea untuknya. Dia tinggal selama sekitar 5 bulan di RS Tentara dimana selama hampir 3 bulan, dia mengalami koma.
Saya mempunyai kesempatan menemui Prapti ketika saya mengunjungi Jakarta.
Melihat video berikut – betapa manisnya dia! Sementara bercakap-cakap dengannya, Prapti meminta saya untuk meraba VP shunt yang dipasang sebelumnya pada dirinya, yang terbentang dari kepalanya hingga rongga perutnya.
Ketika Prapti sembuh dari koma, otaknya hampa (blank). Dia dikirim untuk fisioterapi dan diminta untuk bermain-main dengan balok-balok mainan dengan saling menukar posisi-posisinya. Dia juga diajarkan untuk melavalkan kembali abjad. Ketika dia pulang ke Makassar, orang tuanya mengajarkannya bagaimana menyapu lantai dan melakukan beragam pekerjaan rumah tangga. Secara bertahap, dia mulai kembali meraih keterampilan kehidupannya.
Pada medio 2002, Prapti memasuki seminari (Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup) di Solo. Saya menanyai Prapti: Mengapa anda memutuskan pergi ke seminari itu? Dia mengatakan: Ini merupakan tanda terima kasih saya kepada Tuhan Yang Maka Kuasa atas kesembuhan saya. Tuhan mencintai saya dan dia menyembuhkan saya. Saya senang berbakti kepadanya semenjak saat ini dan selanjutnya.
Ketika ditanya apakah dia senang ada diseminari, Prapti tersenyum kecil. Ya tentunya, katanya. Dia mengatakan kepada saya bahwa semenjak dia meninggalkan rumah sakit itu dia TIDAK pergi kembali mengunjungi seorangpun dokternya untuk check-up. Sungguhpun demikian, dia merasa baik-baik saja dan sehat.