Mengapa Pasien Menolak Menjalani Kemoterapi, Bagian 2

Lanjutan dari Bagian 1: Mengapa Pasien Menolak Menjalani Kemoterapi, https://cancercareindonesia.com/2011/05/01/why-patients-refused-to-undergo-chemtherapy-part-1/

Kasus 5: Seorang Ibu meninggal setelah siklus kelima dari kemoterapi untuk limfoma

M604 adalah seorang pria berusia 33 tahun dari Jakarta, Indonesia. Dia didiagnosis dengan Hepatitis B pada tahun 2005 dan berobat secara medis. Setelah enam bulan berobat, ia kemudian menyerah.

Pada bulan September 2008, ia mengalami kesakitan dengan perut kembung. Pemeriksaan  HBV DNA- nya (real time PCR)  menunjukkan 450.468.000 copies / ml. Dia kemudian menjalani pengobatan selama tiga bulan.

Pada bulan Juni 2009, tes berikutnya  HBV DNA (real time PCR) adalah 321.264.000 copies / ml. ALT-nya pada tanggal 8 Juni 2009 adalah 71 (tinggi). Dokter menyarankan injeksi interferon mingguan untuk selama 48 minggu. Dengan total biaya berkisar sebesar RM 50.000. Ia menolak untuk perawatan medis lebih lanjut dan datang ke CA Care pada tanggal 19 Juli 2009.

Mengapa dia menolak injeksi interferon:

Ibunya berusia 55 tahun ketika  didiagnosis dengan limfoma. Dia menjalani lima siklus kemoterapi. Selain itu, dokter memberinya “suntikan Mahtera” ( interferon ) bersamaan dengan empat siklus pertama kemoterapi. Setelah siklus kelima kemoterapi, kondisinya “drop” atau memburuk. Dia merasakan sakit dibagian hatinya. Virus Hepatitis B yang selama ini terpendam telah muncul bergejolak. Sebelum pengobatan dengan kemo kondisinya normal. Ibunya  meninggal saat dirawat diruang ICU di rumah sakit. Total biaya pengeluaran untuk perawatannya berkisar  RM 55, 000.


Kasus 6: Adik perempuan-nya meninggal di Cina setelah satu siklus kemoterapi

Anak M620 datang menemui kami pada tanggal 23 Agustus 2009. Ayahnya, yang berusia 63-tahun dari Medan, Indonesia, mengalami kesulitan buang air besar. Dia juga merasakan sakit di punggungnya. Dokter di Medan mengatakan dia mengidap hipertensi dan dia diberi obat. Tetapi pengobatan tersebut tidak efektif. Dia kemudian pergi ke sebuah rumah sakit swasta di Penang untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya nodul-nodul di paru-parunya dan diduga dia telah terkena kanker paru-paru. Beberapa kelenjar getah beningnya membesar. Ditemukan juga banyak nodul-nodul  dalam hatinya, mulai dari ukuran 2 sampai 20 mm, diduga  kumpulan dari  suatu metastasis. Dokter menyarankan untuk dibiopsi, tapi dia menolak. Dia diberi obat tetapi kesehatannya tidak menjadi lebih baik. Jumlah trombosit-nya rendah / menurun.

Mengapa dia menolak biopsi:

Menurut logika langkah berikutnya setelah biopsi adalah kemoterapi, itu yang tidak ingin ia lakukan. Oleh karena itu, melakukan biopsi tidak ada artinya dalam situasi seperti ini. Dia sungguh seorang yang bijaksana !

Mengapa dia menolak kemoterapi:

Inilah yang dikatakan anaknya. Bibi saya ( adik ayah) menderita kanker ovarium. Dia menjalani enam siklus kemoterapi. Tumornya tumbuh kembali setelah pengobatan. Lalu dia pergi ke Cina untuk pengobatan lebih lanjut.

Sebelum ia pergi ke Cina, ia telah menjalani kemo ? Ya, enam kali dilakukan di Penang. Tetapi itu tidak efektif.  Ayah saya menemani bibi saya pergi ke China. Di Cina ia hanya menerima satu kali kemoterapi dan dia meninggal.

 

Kasus 7: Ipar laki-laki meninggal setelah enam siklus kemoterapi

M 930 adalah seorang wanita berusia 47 tahun dari Indonesia. Dia mengalami perdarahan vagina pada bulan Desember 2010. Tetapi tidak merasakan sakit. Menstruasi nya normal. Dia berangkat ke Melaka dan melakukan biopsi. Menurut laporan histopatologi tanggal 17 Januari 2011 menunjukkan adanya moderately differentiated squamous cell carcinoma. Dokter nya menyarankan kemoterapi dan radioterapi. Dia diberitahu bahwa kebanyakan pasien memiliki hasil yang baik dari pengobatan tersebut ( apa pun artinya ! ).

Karena tidak yakin dan tidak puas, ia berangkat ke Singapura untuk mendapatkan pendapat kedua ( second opinion ). MRI  pada bagian pinggulnya menunjukkan adanya masa sebesar 7,5 x 7 x 7 cm menonjol turun dari mulut rahimnya. Keadaan ini meliputi sepertiga bagian bawah rahimnya dan juga meluas ke arah vagina. Dokter menawarkan pengobatan: tiga puluh lima kali radiasi dan kemoterapi. Kanker ini tidak bisa dioperasi. Dia diberitahu bahwa dengan perawatan ini dia akan memiliki 60% sampai 70%  penyembuhan. Kami bertanya – Sembuh ?  Ya, sembuh.

Dia tidak  merasa yakin dan menolak perawatan medis lebih lanjut. Hasil tes darah nya yang dilakukan pada tanggal 7 Maret 2011 menunjukkan CEA = 39.0  dan  CA 125 = 964,0.

Mengapa dia menolak kemoterapi dan radioterapi ?

Ketika ditanya – Mengapa anda tidak mau melakukan kemoterapi. Dia menjawab: Tidak, tidak, saya tidak mau. Kakak saya di Singapura benar-benar marah kepada saya karena tidak mau mengikuti saran dokter. Sejak kecil, saya selalu skeptis. Saya mempunyai teman-teman yang telah menjalani kemoterapi dan kondisi mereka baik untuk sementara, lalu setelah itu kondisi mereka “drop” dan  kemudian mereka pergi selamanya.

Kakak ipar suami saya  ( yaitu suami dari kakak perempuan nya) memiliki benjolan di lehernya. Setelah enam siklus kemoterapi, ia meninggal. Dia menjalani pengobatan di Penang. Seluruh badannya menjadi berwarna gelap. Dia mengalami botak dan kulit dibadannya mengelupas. Oh, saya telah melihat banyak kasus seperti ini dan saya sangat takut.

Kasus 8: Paman meninggal enam bulan setelah operasi dan kemoterapi untuk kanker prostat nya

M 935 adalah seorang wanita berusia 54 tahun dari Sumatera, Indonesia.  Pada bulan Juli 2010, dia mengalami kesulitan buang air besar. Dia datang ke Penang untuk berkonsultasi. CT scan pada  tanggal 22 Juli 2010 menunjukkan adanya  masa berukuran 4,94 cm x 2,63 cm yang berlokasi di proximal sigmoid colon dengan penyempitan yang parah dan ini identik dengan kanker. Petanda tumor nya mengalami peningkatan: CEA = 211  dan CA 125 = 91,5.

Dia kemudian menjalani operasi. Itu adalah moderately differentiated adenocarcinoma , Duke Stage C. Tumornya telah meluas ke kelenjar getah bening mesorectal. Tiga dari lima kelenjar getah bening sudah terkena. Dia diminta untuk menjalani kemoterapi. Namun, oncologist nya tidak dapat mengatakan apakah kemoterapi akan menyembuhkannya atau tidak. Tapi ia diberitahu bahwa kemoterapi dapat  memeriksa penyebaran kankernya. Dia dan suaminya tidak yakin dan menolak kemoterapi.

Kenapa ia menolak kemoterapi:

Sang suami berkata: ” Paman saya, yang berusia 75 tahun, meninggal setelah enam bulan pengobatan. Dia menderita kanker prostat. Kemudian menjalani operasi diikuti dengan kemoterapi. Lalu ia meninggal setelah enam bulan kemudian. Dia tidak tahan dengan  perawatan tersebut – tidak bisa makan, tidak bisa tidur dan setiap hari dia demam. Ini adalah suatu kehidupan yang sulit baginya.

Bagaimana Anda tahu semua ini ? Dia adalah paman saya – adik dari ayah saya. Dia tinggal hanya dua rumah jauhnya dari rumah saya. Hidupnya benar-benar susah. Uang hilang dan kemudian, kesakitan dan hidupnya menjadi susah.


Kutipan :

Jika kita tidak membunuh tumornya, kita membunuh pasiennya ~ William Moloney

Kemoterapi adalah suatu usaha untuk meracuni tubuh yang hanya mempercepat kematian dengan harapan membunuh kanker sebelum seluruh tubuhnya terbunuh. Kebanyakan upaya ini tidak berhasil ~ Dr John Lee, author of What Your Doctor May Not Tell You About Breast Cancer,

Kebanyakan penderita kanker di negara ini mati karena kemoterapi. Kemoterapi tidak dapat menghilangkan kanker payudara, usus besar atau kanker paru-paru. Fakta ini telah didokumentasikan selama lebih dari satu dekade. Namun  saat ini dokter masih menggunakan kemoterapi untuk menangani tumor.  ~ Alan Levin, professor of immunology, University of California Medical School, USA.

Dalam onkologi, bahkan memperpanjang hidup pasien selama tiga bulan sampai satu tahun dapat dianggap sebagai suatu prestasi. Mencapai keberhasilan atas suatu peyembuhkan adalah sama seperti halnya menarik tongkat jackpot. Tidak semua kanker dapat disembuhkan  ~ A renowned oncologist of Singapore, The Straits Times, Mind Your Body Supplement, Page 22, 29 November 2006.

Penulis: CA Care

In obedience to God's will and counting on His mercies and blessings, and driven by the desire to care for one another, we seek to provide help, direction and relief to those who suffer from cancer.

Tinggalkan komentar